Sabtu, 26 Januari 2013

Beragam Teori Muncul dan Berkembangnya Manusia

Kamu telah mengetahui pada zaman apa manusia ada di muka bumi. Pertanyaan mendasar yang mengemuka adalah pada periode apakah manusia itu muncul dan berkembang serta dari manakah asal usulnya? Permasalahan inilah yang hingga saat ini menjadi kontroversi dan perdebatan di antara para ilmuwan. Berikut ini kita deskripsikan beberapa teori dan pendapat para ilmuwan yang berkaitan dengan asal-usul serta perkembangan manusia.
a. Kalangan Evolusionis
Tokoh-tokoh pemikir Yunani Kuno seperti Empodocles, Anaximander, dan Aristoteles berpendapat bahwa baik tumbuhan maupun hewan itu mengalami evolusi dan dari tubuh binatang tertentu berevolusi menjadi manusia. Mereka mengatakan bahwa binatang yang satu berasal dari binatang yang lain.
b. Ernest Haeckel (1834-1919)
Ilmuwan biologi dari Jerman ini berpendapat bahwa asal usul kehidupan yang pertama berasal dari zat putih telur yang liat dan cair. Akibat pengaruh dari luar maka terciptalah bakteri, amuba, binatang berongga, ikan, amfibi, reptil, dan binatang yang menyusui anak. Binatang-binatang itn saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada zaman tersier (ketiga) dari binatang menyusui itu berkembang dan muncullah manusia. Haeckel berkesimpulan, bahwa nenek . moyang manusia itu berasal dari bangsa kera atau monyet dalam tingkatan yang teratur.
c. Charles Robert Darwin (1809-1882)
Darwin adalah ilmuwan Inggris yang kemudian dikenal sebagai tokoh evolusi itu, memaparkan teorinya menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Teori Descendensi atau Turunan
Dalam bukunya yang berjudul The Descen of Man (1871), Darwin berkata bahwa manusia lebih dekat dengan kera besar di Afrika (gorila dan simpanse). Teori lainnya menyebutkan bahwa makhluk yang lebih tinggi itu berasal dari makhluk yang lebih rendah. Akhirnya, semua makhluk hidup bisa di-kembalikan kepada beberapa bentuk asal.
2) Teori Natural Selection atau Seleksi Alam
Teori ini mencoba member! keterangan tentang terjadinya tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang menyesuaikan diri kepada alam sekitarnya. Darwinisme adalah sebuah teori yang mengatakan bahwa semua barang-barang yang hidup dapat maju perlahan-lahan naik ke atas. Keyakinan Darwin bahwa manusia itu berasal dari hewan, telah memicu perdebatan antarilmuwan dan kontroversi bahkan hingga kini. Dalam kerangka teori Darwin itu pulalah, berbagai penemuan fosil manusia purba yang ada di Indonesia senantiasa dikaitkan.
Asal usul kehidupan awal manusia dan masyarakat di Indonesia dengan beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk melacak asal usul kehidupan manusia dan masyarakat awal di Indonesia.
a. Berdasarkan Rumpun Kebahasaan
Menurut penelitian, penduduk di wilayah Indonesia (selain orang Irian dan Halmahera) mempunyai banyak persamaan dalam hal ras, kebudayaan, serta bahasa. Dengan menggunakan hukum-hukiim suara, kita bisa menemukan adanya rumpun kebahasaan.
"Bahasa menunjukkan bangsa, tiada bahasa hilanglah bangsa," kata Muhammad Yamin. Nah, ketika kita mempelajari bahasa Indonesia, kita mengenal adanya rumpun bahasa yang meliputi kawasan Asia Tenggara yang . disebut rumpun bahasa Austria. Rumpun bahasa ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu bahasa Austro-Asia yaitu bahasa-bahasa di India (Mundha) dan Mon Khmer di India Belakang, serta bahasa Austronesia yang meliputi bahasa Indonesia, Melanesia, Micronesia, dan Polinesia.
Menurut Dr. H. Th. Fischer dalam bukunya Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia, bila ditinjau dari fisiknya maka penduduk asli Indonesia terdiri atas tiga golongan. Pertama, golongan Negrito dengan ciri-ciri berkniit hitam, ranibul keriling, tubuhnya kecil dan tingginya rata-rata 1,5 m. Profil semacam ini terdapat pada orang Tapiro di Irian. Kedua, golongan Weddoid dengan ciri khas rambut berombak tegang, lengkung alis menjorok ke depan, dan kulitnya agak cokelat. Profil semacam ini terdapat pada bangsa Senoi di Malaka, Sakai di Siak, Knbn di Palembang, dan Tomnna di Sulawesi. Ketiga, golongan Melayu dengan ciri tubuh lebih tinggi dan ramping, wajahnya bundar, hidung pesek serta berambut hitam. Golongan ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu Proto-Melayu dan Deutero-Melayu. Von Eichstedt menamakannya sebagai Palaeo-Mongolid. Profil Proto-Melayu terdapat pada suku bangsa Mentawai, Toraja, dan Dayak. Kelompok ini disebut juga Melayu Tua. Profil Deutero-Melayu terdapat pada suku bangsa Sunda, Jawa, Minangkabau, Bali, dan Makassar. Kelompok ini disebut juga kelompok Melayu Muda.
1. Bangsa Melayu Berasal dari Utara yaitu Asia Tengah
Ada beberapa ilmuwan yang mengatakan bahwa bangsa Melayu berasal dari daratan Asia bagian tengah. Sekilas akan kita deskripsikan siapa tokoh dan teorinya dalam deskripsi berikut ini:
a)      Berdasarkan penelitian terhadap kapak tua (beliung batu) yang ada di sekitar hulu Sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salween, Yangtze, dan Hwang, mempunyai kemiripan dengan yang ada di Indonesia, la berkesimpulan bahwa kapak tua itu dibawa oleh orang Asia Tengah ke Kepulauan Indonesia (R.H. Geldern)
b)      Setelah meneliti beberapa perkataan yang digunakan sehari-hari terutama mengenai nama-nama tumbuh-tumbuhan, hewan, dan nama perahu, terdapat persamaan bahasa baik di Indonesia, Madagaskar, Filipina, Taiwan, dan Kepulauan Pasifik. Kesimpulannya: bahasa Melayu itu berasal dari satu induk yang ada di Asia (J.H.C. Kern).
c)      Kesimpulan penelitiannya menunjukkan bahwa bahasa Melayu dan bahasa Polinesia (yang digunakan beberapa pulau di Kepulauan Pasifik) ternyata serumpun. Sementara itu, E. Aymonier dan A. Cabaton menemukan bahwa bahasa Campa serumpun dengan bahasa Polinesia, di mana keduanya merupakan warisan dari bahasa Melayu Kontinental (W. Marsden).
d)      Antara bahasa Melayu dan bahasa Polinesia terdapat kesamaan pembentukan kata. Kedua bahasa itu berasal dari bahasa yang lebih tua yang disebut Melayu Polinesia Purba. Sementara itu, A.H. Keane menemukan bahwa struktur bahasa Melayu serupa dengan bahasa di Kampuchea (J.R. Foster).
e)      Ada kesamaan adat kebiasaan antara suku bangsa Naga di Assam (daerah Burma dan Tibet) dengan suku bangsa Melayu. Persamaan adat itu juga berkait erat dengan bahasanya. Dari situ tentu bahasa Melayu berasal dari Asia. Pendapat Logan didukung oleh G.K. Nieman dan R.M. Clark serta Slamet Muljana dan Asmah Haji Omar. Maka Slamet Muljana berkesimpulan bahwa bahasa Austronesia (termasuk di dalamnya bahasa Melayu) berasal dari Asia. Sedangkan Asmah Haji Omar menguraikan bahwa perpindahan orang Melayu dari daratan Asia ke Indonesia tidak sekaligus. Ada yang melalui daratan yaitu tanah semenanjung melalui Lautan Hindia, ada pula yang melalui Laut Cina Selatan (J.R. Logam).
Secara ringkas, perpindahan orang Melayu dari Asia Tengah dapat dijelaskan dengan merunut latar belakang asal usul orang Negrito, Proto-Melayu, dan Deutero-Melayu. Sebelum kedatangan bangsa Melayu, Kepulauan Indonesia dihuni oleh penduduk asli yang disebut sebagai orang Negrito. Mereka hidup kira-kira sejak tahun 8000 Sebelum Masehi, tinggal di dalam gua dengan mata pencaharian berburu binatang. Alat yang mereka gunakan terbuat dari batu dan zaman ini disebut sebagai zaman batu pertengahan. Profil orang ini ditemukan pada bangsa Austronesia yang menjadi cikal bakal orang Negrito, Sakai, dan Semai yang hidup pada zaman paleolit dan mesolit.
Gelombang pertama kedatangan orang-orang Asia Tengah diperkirakan pada tahun 2500 Sebelum Masehi. Mereka disebut sebagai Proto-Melayu. Peradabannya lebih maju apabila dibandingkan dengan orang Negrito, karena mereka telah pandai membuat alat bercocok tanam, barang pecah belah, dan perhiasan. Kelompok ini hidup berpindah-pindah dan hidup pada zaman neolitik atau zaman batu baru. Gelombang kedua terjadi pada tahun 1500 Sebelum Masehi terdiri atas orang Deutero-Melayu. Peradabannya lebih maju lagi apabila dibandingkan dengan orang Proto-Melayu. Mereka telah mengenal kebudayaan logam karena menggunakan alat perburuan dan pertanian yang terbuat dari besi. Selain itu,, mereka telah menetap di suatu tempat, mendirikan kampung, bermasyarakat, dan menganut animisme. Mereka hidup di zaman logam di sekitar pantai Kepulauan Indonesia. Kedatangan Deutero-Melayu ini mendesak Proto-Melayu, hingga mereka pindah ke pedalaman.
2.  Bangsa Melayu Berasal dari Nusantara
Ada beberapa ilmuwan yang mendukung teori ini. Beberapa di antaranya bisa diperhatikan pada deskripsi di bawah ini.
a)     Setelah membuat perbandingan bahasa-bahasa di Sumatra, Jawa, Kalimantan, serta kawasan Polinesia, ia berkesimpulan bahwa asal bahasa yang ada di Kepulauan Indonesia berasal dari bahasa Jawa di Jawa dan bahasa Melayu di Sumatra. Kedua bahasa itu merupakan induk bahasa-bahasa di Indonesia. Alasan yang ia kemukakan adalah bahwa bangsa Jawa dan bangsa Melayu telah mencapai peradaban yang tinggi pada abad XIX. Hal ini bisa dicapai, karena selama berabad-abad kedua bangsa itu telah mempunyai kebudayaan yang maju. Kesimpulannya: orang Melayu tidak berasal dari rnana-mana, tetapi merupakan induk yang menyebar ke tempat lain. Sedang bahasa Jawa adalah bahasa tertua yang menjadi induk dari bahasa-bahasa yang lain (J. Crawfurd).
b)    Bangsa-bangsa berkulit cokelat yang hidup di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, dan Filipina adalah bangsa Melayu yang berasal dari rumpun bahasa yang satu. Bahkan mereka bukan saja sama kulitnya, tetapi bentuk dan anggota badannya sama dan membedakannya dari bangsa Cina di sebelah timurnya atau bangsa India di sebelah baratnya (Sutan Takdir Alisyabana).
c)     Dengan teori leksikostatistik dan teori migrasi ia meneliti asal usul bangsa dan bahasa Melayu. Kesimpulannya: tanah air dan nenek moyang bangsa Austronesia haruslah daerah Indonesia dan Filipina yang dahulunya merupakan kesatuan geografis (Gorys Keraf).
d)    Pada saat es mencair pada zaman kuarter (satu juta tahun hingga 500.000 yang lalu), air menggenangi daratan-daratan yang rendah. Daratan tinggi membentuk pulau dan memisah daratan-daratan rendah. Saat inilah Semenanjung Malaka berpisah dengan daratan lain dan membentuk Kepulauan Indonesia. Dampaknya adalah tiga kelompok Homo sapiens yaitu orang Negrito di sekitar Irian dan Melanesia, orang Kaukasus di Indonesia Timur, Sulawesi dan Filipina, serta orang Mongoloid di utara dan barat lautAsia, berpisah satu dengan yang lain (Pendapat lainnya).
Dari deskripsi di atas, kita bisa merekonstruksi kehadiran suatu bangsa dengan merunut penggunaan bahasanya. Perkembangan suatu bahasa memang bisa meliputi suatu kawasan yang sangat luas dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Dari studi kebahasaan ini, kita bisa mengetahui dari mana sebuah bahasa berasal dan ke arah mana bahasa itu berkembang. Dari sinilah kila bisa mengetahui bangsa yang menjadi pemakai bahasa tersebut.
b. Berdasar Temuan Arkeologis
Sungguh beruntung kita hidup di wilayah Indonesia. Berbagai tempat di negara kita ternyata termasuk dalam wilayah "dunia lama" yang menjadi salah satu situs tempat ditemukannya manusia-manusia purba. Dari berbagai penemuan fosil di beberapa tempat, kita bisa sedikit menguak bagaimana kehidupan manusia pada masa-masa awal peradaban. Setidaknya ada tiga fosil yang bisa dijadikan pembuka tabir kehidupan manusia di masa lampau.
Pada tahnn 1898 seorang dokter Belanda, Engene Dubois menemukan sekelompok fosil di Lembah Sungai Bengawan Solo (di Desa Kedung Brubus dan Trinil), yang terdiri atas tengkorak atas, rahang bawah, dan sebuah tulang paha. Isi otak makhink itu lebih besar apabila dibandingkan dengan jenis kera, namun jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan isi otak mannsia. (Perbandingan isi otaknya adalah 800 cc:
1.500 cc). Gigi pada fosil itu menunjukkan sifat manusia, sedang tulang pahanya menunjukkan ia bisa berdiri tegak. Fosil ini kemudian ia namai dengan Pithecanthropus erectus atau manusia kera yang berjalan tegak. Dubois meyakininya sebagai nenek moyang manusia zaman sekarang. Benarkah teori Dubois tersebut?
Fenomena kehidupan manusia Indonesia di masa lampau semakin terkuak, setelah sekitar dua puluh fosil berhasil ditemukan di berbagai daerah antara tahun 1931-1934. Ahli geologi dari Jerman yang bernama G.H.R. von Koenigswald menemukan empat betas fosil Pithecanthropus yang terdiri atas dua betas tengkorak dan dua tibia (tulang kering) di Desa Ngandong di sekitar Lembah Bengawan Solo. Semua fosil yang ditemukan pada lapisan pleistosen tengah itu kemudian diteliti secara mendalam oleh ahli palaeoantropologi kita yaitu Teuku Jacob. Dalam disertasi berjudul Some Problems Pertaining to the Racial History of the Indonesian Region yang ia pertahankan di Universitas Utrecht tahun 1967, fosil yang semula disebut Homo soloensis itu kemudian ia sebut Pithecanthropus soloensis. Diduga umurnya antara 800.000 hingga 200.000 tahun. Pada tahun 1938 ditemukan fosil di Desa Perning (Mojokerto) dan Trinil (Surakarta) yang   diperkirakan   berumur 2.000.000 tahun dan diberi nama Pithecanthropus Mojokertensis.
Von Koenigswald kembali me­nemukan fosil di Sangiran pada tahun 1941 yang terdiri atas bagian rahang bawah (mirip rahang manu­sia) dengan ukuran yang sangat besar bahkan melebihi ukuran gorila jantan. jantan. Dari situ kemudian diberi nama Meganthropus palaeojavanicus atau* Manusia Besar dari Jawa zaman kuno (mega=besar, anthropus=manusia). Penemuan berikutnya terjadi di Desa Sangiran (lima fosil) dan Sambungmacan, Sragen serta berbagai tempat lainnya hingga semua fosil berjumlah 41 buah.
Lalu, teori apa yang kita dapat setelah menganalisis serangkaian penemuan fosil-fosil tersebut? Teuku Jacob berpendapat bahwa makhluk pithecanthropus itu belum berbudaya. Alasannya sebagai berikut. (1) Suatu fakta bahwa tidak pernah ditemukan adanya peralatan di sekitar penemuan fosil, yang menunjukkan bahwa makhluk itu sudah berbudaya. (2)  Volume otak Pithecanthropus masih terlampau kecil bila dibandingkan dengan makhluk manusia sekarang. Volume otak bisa diperkirakan dari kapasitas rongga tengkoraknya. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa volume otak Pithecanthropus erectus sekitar 800 cc, Pithecanthropus soloensis (1.000 cc), sedang manusia sekarang rata-rata 1.500 cc. Dengan demikian, sulit dipercaya bahwa makhluk itu telah mempunyai akal. (3) Rongga mulut tengkorak Pithecanthropus menunjukkan bahwa makhluk itu belum bisa menggunakan bahasa. Dengan keterbatasan akal dan ketiadaan bahasa, sulit bagi makhluk ini untuk secara sadar membuat pola-pola kehidupan yang teratur. Akal dan bahasa memang merupakan kunci berkembangnya sebuah kebudayaan. Berkat adanya evolusi dan adaptasi terhadap lingkungan alamnya, tentu makhluk ini juga berkembang pula keahlian serta kebudayaannya.
Namun, terlepas dari perdebatan dan kontroversi yang menyertai penemuan fosil-fosil itu, adasatu hal yang disepakati oleh para ahli palaeoantropologi yaitu bahwa Pithecanthropus (termasuk di dalamnya Meganthropus palaeojavanicus) dianggap sebagai makhluk pendahuluan manusia di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara. Mereka hidup 2.000.000 hingga 200.000 tahun yang lalu, terdiri atas kelompok-kelompok berburu kecil beranggotakan 10 sampai 12 individu. Rata-rata setiap individu berumur 20 tahun, sehingga Pithecanthropus yang berusia 10 tahun telah merupakan makhluk dewasa. Maka, menjadi tidak mengherankan apabila di berbagai tempat di Indonesia ditemukan kelompok-kelompok fosil dari makhluk purba. Hanya saja, meskipun mereka mungkin telah menggunakan beberapa alat untuk membantu keterbatasan kemampuan organismenya, namun mereka belum dianggap sepenuhnya sebagai makhluk manusia yang berbudaya.
Itulah deskripsi singkat tentang beberapa teori yang berkaitan dengan asal usul manusia di Indonesia. Tentu masih banyak lagi teori-teori yang lain yang diungkapkan oleh sejumlah ilmuwan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Antara lain kamu bisa mencarinya di situs-situs yang ada di internet atau melalui beragam pustaka. Misalnya pada situs http://www.harunyahya.com, di sini kamu bisa mengikuti perdebatan seputar penemuan-penemuan manusia dari beberapa ilmuwan. Dengan mengikuti perdebatan itu tentu kamu akan bertambah kritis, luas wawasan dan tidak ketinggalan zaman dalam mengikuti perkembangan mutakhir seputar teori-teori mengenai penemuan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar