Kamu telah
mengetahui pada zaman apa manusia ada di muka bumi. Pertanyaan mendasar yang
mengemuka adalah pada periode apakah manusia itu muncul dan berkembang serta
dari manakah asal usulnya? Permasalahan inilah yang hingga saat ini menjadi
kontroversi dan perdebatan di antara para ilmuwan. Berikut ini kita
deskripsikan beberapa teori dan pendapat para ilmuwan yang berkaitan dengan
asal-usul serta perkembangan manusia.
a. Kalangan Evolusionis
Tokoh-tokoh pemikir Yunani Kuno
seperti Empodocles, Anaximander, dan Aristoteles berpendapat bahwa baik tumbuhan
maupun hewan itu mengalami evolusi dan dari tubuh binatang tertentu berevolusi
menjadi manusia. Mereka mengatakan bahwa binatang yang satu berasal dari
binatang yang lain.
b. Ernest Haeckel
(1834-1919)
Ilmuwan biologi dari Jerman ini berpendapat bahwa asal
usul kehidupan yang pertama berasal dari zat putih telur yang liat dan cair.
Akibat pengaruh dari luar maka terciptalah bakteri, amuba, binatang berongga,
ikan, amfibi, reptil, dan binatang yang menyusui anak. Binatang-binatang itn
saling memengaruhi satu dengan yang lainnya. Pada zaman tersier (ketiga) dari
binatang menyusui itu berkembang dan muncullah manusia. Haeckel berkesimpulan,
bahwa nenek . moyang manusia itu berasal dari bangsa kera atau monyet dalam
tingkatan yang teratur.
c. Charles Robert Darwin
(1809-1882)
Darwin adalah ilmuwan Inggris
yang kemudian dikenal sebagai tokoh evolusi itu, memaparkan teorinya menjadi
dua kelompok, yaitu:
1) Teori Descendensi atau
Turunan
Dalam bukunya yang berjudul The
Descen of Man (1871), Darwin berkata bahwa manusia lebih dekat dengan kera
besar di Afrika (gorila dan simpanse). Teori lainnya menyebutkan bahwa makhluk
yang lebih tinggi itu berasal dari makhluk yang lebih rendah. Akhirnya, semua
makhluk hidup bisa di-kembalikan kepada beberapa bentuk asal.
2) Teori Natural
Selection atau Seleksi Alam
Teori ini mencoba member!
keterangan tentang terjadinya tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang
menyesuaikan diri kepada alam sekitarnya. Darwinisme adalah sebuah teori yang
mengatakan bahwa semua barang-barang yang hidup dapat maju perlahan-lahan naik
ke atas. Keyakinan Darwin bahwa manusia itu berasal dari hewan, telah memicu
perdebatan antarilmuwan dan kontroversi bahkan hingga kini. Dalam kerangka
teori Darwin itu pulalah, berbagai penemuan fosil manusia purba yang ada di
Indonesia senantiasa dikaitkan.
Asal usul kehidupan awal manusia dan masyarakat di
Indonesia dengan beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk melacak asal usul
kehidupan manusia dan masyarakat awal di Indonesia.
a. Berdasarkan Rumpun Kebahasaan
Menurut penelitian, penduduk di wilayah Indonesia (selain orang Irian dan
Halmahera) mempunyai banyak persamaan dalam hal ras, kebudayaan, serta bahasa.
Dengan menggunakan hukum-hukiim suara, kita bisa menemukan adanya rumpun
kebahasaan.
"Bahasa menunjukkan bangsa, tiada bahasa hilanglah bangsa," kata
Muhammad Yamin. Nah, ketika kita mempelajari bahasa Indonesia, kita mengenal
adanya rumpun bahasa yang meliputi kawasan Asia Tenggara yang . disebut rumpun
bahasa Austria. Rumpun bahasa ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu bahasa
Austro-Asia yaitu bahasa-bahasa di India (Mundha) dan Mon Khmer di India
Belakang, serta bahasa Austronesia yang meliputi bahasa Indonesia,
Melanesia, Micronesia, dan Polinesia.
Menurut
Dr. H. Th. Fischer dalam bukunya Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia,
bila ditinjau dari fisiknya maka penduduk asli Indonesia terdiri atas tiga
golongan. Pertama, golongan Negrito
dengan ciri-ciri berkniit hitam, ranibul keriling, tubuhnya kecil dan tingginya
rata-rata 1,5 m. Profil semacam ini terdapat pada orang Tapiro di Irian. Kedua, golongan Weddoid dengan
ciri khas rambut berombak tegang, lengkung alis menjorok ke depan, dan kulitnya
agak cokelat. Profil semacam ini terdapat pada bangsa Senoi di Malaka, Sakai di
Siak, Knbn di Palembang, dan Tomnna di Sulawesi. Ketiga, golongan Melayu
dengan ciri tubuh lebih tinggi dan ramping, wajahnya bundar, hidung pesek serta
berambut hitam. Golongan ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu Proto-Melayu
dan Deutero-Melayu. Von Eichstedt menamakannya sebagai Palaeo-Mongolid.
Profil Proto-Melayu terdapat pada
suku bangsa Mentawai, Toraja, dan Dayak. Kelompok ini disebut juga Melayu Tua.
Profil Deutero-Melayu terdapat pada suku bangsa Sunda, Jawa, Minangkabau, Bali,
dan Makassar. Kelompok ini disebut juga kelompok Melayu Muda.
1. Bangsa Melayu Berasal dari Utara yaitu Asia
Tengah
Ada beberapa ilmuwan yang mengatakan bahwa bangsa
Melayu berasal dari daratan Asia bagian tengah. Sekilas akan kita deskripsikan
siapa tokoh dan teorinya dalam deskripsi berikut ini:
a)
Berdasarkan penelitian terhadap kapak tua (beliung batu)
yang ada di sekitar hulu Sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salween, Yangtze, dan
Hwang, mempunyai kemiripan dengan yang ada di Indonesia, la berkesimpulan bahwa
kapak tua itu dibawa oleh orang Asia Tengah ke Kepulauan Indonesia (R.H.
Geldern)
b) Setelah meneliti beberapa
perkataan yang digunakan sehari-hari terutama mengenai nama-nama tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan nama perahu, terdapat persamaan bahasa baik di Indonesia,
Madagaskar, Filipina, Taiwan, dan Kepulauan Pasifik. Kesimpulannya: bahasa
Melayu itu berasal dari satu induk yang ada di Asia (J.H.C. Kern).
c) Kesimpulan penelitiannya
menunjukkan bahwa bahasa Melayu dan bahasa Polinesia (yang digunakan beberapa
pulau di Kepulauan Pasifik) ternyata serumpun. Sementara itu, E. Aymonier dan
A. Cabaton menemukan bahwa bahasa Campa serumpun dengan bahasa Polinesia, di
mana keduanya merupakan warisan dari bahasa Melayu Kontinental (W. Marsden).
d) Antara bahasa Melayu dan
bahasa Polinesia terdapat kesamaan pembentukan kata. Kedua bahasa itu berasal
dari bahasa yang lebih tua yang disebut Melayu Polinesia Purba. Sementara itu,
A.H. Keane menemukan bahwa struktur bahasa Melayu serupa dengan bahasa di
Kampuchea (J.R. Foster).
e) Ada kesamaan adat
kebiasaan antara suku bangsa Naga di Assam (daerah Burma dan Tibet) dengan suku
bangsa Melayu. Persamaan adat itu juga berkait erat dengan bahasanya. Dari situ
tentu bahasa Melayu berasal dari Asia. Pendapat Logan didukung oleh G.K. Nieman
dan R.M. Clark serta Slamet Muljana dan Asmah Haji Omar. Maka Slamet Muljana
berkesimpulan bahwa bahasa Austronesia (termasuk di dalamnya bahasa Melayu)
berasal dari Asia. Sedangkan Asmah Haji Omar menguraikan bahwa perpindahan
orang Melayu dari daratan Asia ke Indonesia tidak sekaligus. Ada yang melalui
daratan yaitu tanah semenanjung melalui Lautan Hindia, ada pula yang melalui
Laut Cina Selatan (J.R. Logam).
Secara ringkas, perpindahan orang Melayu dari Asia
Tengah dapat dijelaskan dengan merunut latar belakang asal usul orang Negrito,
Proto-Melayu, dan Deutero-Melayu. Sebelum kedatangan bangsa Melayu, Kepulauan
Indonesia dihuni oleh penduduk asli yang disebut sebagai orang Negrito. Mereka
hidup kira-kira sejak tahun 8000 Sebelum Masehi, tinggal di dalam
gua dengan mata pencaharian berburu binatang. Alat yang mereka gunakan terbuat
dari batu dan zaman ini disebut sebagai zaman batu pertengahan. Profil orang
ini ditemukan pada bangsa Austronesia yang menjadi cikal bakal orang Negrito,
Sakai, dan Semai yang hidup pada zaman paleolit dan mesolit.
Gelombang pertama kedatangan
orang-orang Asia Tengah diperkirakan pada tahun 2500 Sebelum Masehi. Mereka
disebut sebagai Proto-Melayu. Peradabannya lebih maju apabila dibandingkan
dengan orang Negrito, karena mereka telah pandai membuat alat bercocok tanam,
barang pecah belah, dan perhiasan. Kelompok ini hidup berpindah-pindah dan
hidup pada zaman neolitik atau zaman batu baru. Gelombang kedua terjadi pada
tahun 1500 Sebelum Masehi terdiri atas orang Deutero-Melayu. Peradabannya lebih
maju lagi apabila dibandingkan dengan orang Proto-Melayu. Mereka telah mengenal
kebudayaan logam karena menggunakan alat perburuan dan pertanian yang terbuat
dari besi. Selain itu,, mereka telah menetap di suatu tempat, mendirikan
kampung, bermasyarakat, dan menganut animisme. Mereka hidup di zaman logam di
sekitar pantai Kepulauan Indonesia. Kedatangan Deutero-Melayu ini mendesak
Proto-Melayu, hingga mereka pindah ke pedalaman.
2. Bangsa Melayu Berasal dari Nusantara
Ada beberapa ilmuwan yang mendukung teori ini. Beberapa
di antaranya bisa diperhatikan pada deskripsi di bawah ini.
a) Setelah membuat
perbandingan bahasa-bahasa di Sumatra, Jawa, Kalimantan, serta kawasan
Polinesia, ia berkesimpulan bahwa asal bahasa yang ada di Kepulauan Indonesia
berasal dari bahasa Jawa di Jawa dan bahasa Melayu di Sumatra. Kedua bahasa itu
merupakan induk bahasa-bahasa di Indonesia. Alasan yang ia kemukakan adalah
bahwa bangsa Jawa dan bangsa Melayu telah mencapai peradaban yang tinggi pada
abad XIX. Hal ini bisa dicapai, karena selama berabad-abad kedua bangsa itu
telah mempunyai kebudayaan yang maju. Kesimpulannya: orang Melayu tidak berasal
dari rnana-mana, tetapi merupakan induk yang menyebar ke tempat lain. Sedang
bahasa Jawa adalah bahasa tertua yang menjadi induk dari bahasa-bahasa yang
lain (J. Crawfurd).
b) Bangsa-bangsa berkulit
cokelat yang hidup di Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia, Singapura,
Indonesia, Brunei, dan Filipina adalah bangsa Melayu yang berasal dari rumpun
bahasa yang satu. Bahkan mereka bukan saja sama kulitnya, tetapi bentuk dan
anggota badannya sama dan membedakannya dari bangsa Cina di sebelah timurnya
atau bangsa India di sebelah baratnya (Sutan Takdir Alisyabana).
c) Dengan teori
leksikostatistik dan teori migrasi ia meneliti asal usul bangsa dan bahasa
Melayu. Kesimpulannya: tanah air dan nenek moyang bangsa Austronesia haruslah
daerah Indonesia dan Filipina yang dahulunya merupakan kesatuan geografis
(Gorys Keraf).
d)
Pada saat es mencair pada zaman kuarter (satu juta tahun
hingga 500.000 yang lalu), air menggenangi daratan-daratan yang rendah. Daratan
tinggi membentuk pulau dan memisah daratan-daratan rendah. Saat inilah
Semenanjung Malaka berpisah dengan daratan lain dan membentuk Kepulauan
Indonesia. Dampaknya adalah tiga kelompok Homo sapiens yaitu orang Negrito di
sekitar Irian dan Melanesia, orang Kaukasus di Indonesia Timur, Sulawesi dan
Filipina, serta orang Mongoloid di utara dan barat lautAsia, berpisah satu
dengan yang lain (Pendapat lainnya).
Dari deskripsi di atas, kita bisa merekonstruksi
kehadiran suatu bangsa dengan merunut penggunaan bahasanya. Perkembangan suatu
bahasa memang bisa meliputi suatu kawasan yang sangat luas dan terjadi dalam
kurun waktu yang lama. Dari studi kebahasaan ini, kita bisa mengetahui dari
mana sebuah bahasa berasal dan ke arah mana bahasa itu berkembang.
Dari sinilah kila bisa mengetahui bangsa yang menjadi pemakai bahasa tersebut.
b. Berdasar Temuan Arkeologis
Sungguh beruntung kita hidup di
wilayah Indonesia. Berbagai tempat di negara kita ternyata termasuk dalam
wilayah "dunia lama" yang menjadi salah satu situs tempat
ditemukannya manusia-manusia purba. Dari berbagai penemuan fosil di beberapa
tempat, kita bisa sedikit menguak bagaimana kehidupan manusia pada masa-masa
awal peradaban. Setidaknya ada tiga fosil yang bisa dijadikan pembuka tabir
kehidupan manusia di masa lampau.
Pada tahnn 1898 seorang dokter
Belanda, Engene Dubois menemukan sekelompok fosil di Lembah Sungai Bengawan
Solo (di Desa Kedung Brubus dan Trinil), yang terdiri atas tengkorak atas,
rahang bawah, dan sebuah tulang paha. Isi otak makhink itu lebih besar apabila
dibandingkan dengan jenis kera, namun jauh lebih kecil apabila dibandingkan
dengan isi otak mannsia. (Perbandingan isi otaknya adalah 800 cc:
1.500 cc). Gigi pada fosil itu
menunjukkan sifat manusia, sedang tulang pahanya menunjukkan ia bisa berdiri
tegak. Fosil ini kemudian ia namai dengan Pithecanthropus erectus atau
manusia kera yang berjalan tegak. Dubois meyakininya sebagai nenek moyang
manusia zaman sekarang. Benarkah teori Dubois tersebut?
Fenomena kehidupan manusia
Indonesia di masa lampau semakin terkuak, setelah sekitar dua puluh fosil
berhasil ditemukan di berbagai daerah antara tahun 1931-1934. Ahli geologi dari
Jerman yang bernama G.H.R. von Koenigswald menemukan empat betas fosil Pithecanthropus
yang terdiri atas dua betas tengkorak dan dua tibia (tulang kering) di Desa
Ngandong di sekitar Lembah Bengawan Solo. Semua fosil yang ditemukan pada
lapisan pleistosen tengah itu kemudian diteliti secara mendalam oleh ahli
palaeoantropologi kita yaitu Teuku Jacob. Dalam disertasi berjudul Some Problems
Pertaining to the Racial History of the Indonesian Region yang ia
pertahankan di Universitas Utrecht tahun 1967, fosil yang semula disebut Homo
soloensis itu kemudian ia sebut Pithecanthropus soloensis. Diduga
umurnya antara 800.000 hingga 200.000 tahun. Pada tahun 1938 ditemukan fosil di
Desa Perning (Mojokerto) dan Trinil (Surakarta) yang diperkirakan berumur 2.000.000 tahun dan diberi nama Pithecanthropus
Mojokertensis.
Von Koenigswald kembali menemukan
fosil di Sangiran pada tahun 1941 yang terdiri atas bagian rahang bawah (mirip
rahang manusia) dengan ukuran yang sangat besar bahkan melebihi ukuran gorila
jantan. jantan. Dari situ kemudian diberi nama Meganthropus palaeojavanicus
atau* Manusia Besar dari Jawa zaman kuno (mega=besar, anthropus=manusia).
Penemuan berikutnya terjadi di Desa Sangiran (lima fosil) dan Sambungmacan,
Sragen serta berbagai tempat lainnya hingga semua fosil berjumlah 41 buah.
Lalu, teori apa yang kita dapat
setelah menganalisis serangkaian penemuan fosil-fosil tersebut? Teuku Jacob
berpendapat bahwa makhluk pithecanthropus itu belum berbudaya. Alasannya
sebagai berikut. (1) Suatu fakta bahwa tidak pernah ditemukan adanya peralatan
di sekitar penemuan fosil, yang menunjukkan bahwa makhluk itu sudah berbudaya.
(2) Volume otak Pithecanthropus
masih terlampau kecil bila dibandingkan dengan makhluk manusia sekarang. Volume
otak bisa diperkirakan dari kapasitas rongga tengkoraknya. Dari hasil
penelitian diperoleh data bahwa volume otak Pithecanthropus erectus
sekitar 800 cc, Pithecanthropus soloensis (1.000 cc), sedang manusia
sekarang rata-rata 1.500 cc. Dengan demikian, sulit dipercaya bahwa makhluk itu
telah mempunyai akal. (3) Rongga mulut tengkorak Pithecanthropus
menunjukkan bahwa makhluk itu belum bisa menggunakan bahasa. Dengan
keterbatasan akal dan ketiadaan bahasa, sulit bagi makhluk ini untuk secara
sadar membuat pola-pola kehidupan yang teratur. Akal dan bahasa memang
merupakan kunci berkembangnya sebuah kebudayaan. Berkat adanya evolusi dan
adaptasi terhadap lingkungan alamnya, tentu makhluk ini juga berkembang pula
keahlian serta kebudayaannya.
Namun, terlepas dari perdebatan
dan kontroversi yang menyertai penemuan fosil-fosil itu, adasatu hal yang
disepakati oleh para ahli palaeoantropologi yaitu bahwa Pithecanthropus
(termasuk di dalamnya Meganthropus palaeojavanicus) dianggap sebagai
makhluk pendahuluan manusia di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara. Mereka
hidup 2.000.000 hingga 200.000 tahun yang lalu, terdiri atas kelompok-kelompok
berburu kecil beranggotakan 10 sampai 12 individu. Rata-rata setiap individu
berumur 20 tahun, sehingga Pithecanthropus yang berusia 10 tahun telah
merupakan makhluk dewasa. Maka, menjadi tidak mengherankan apabila di berbagai
tempat di Indonesia ditemukan kelompok-kelompok fosil dari makhluk purba. Hanya
saja, meskipun mereka mungkin telah menggunakan beberapa alat untuk membantu
keterbatasan kemampuan organismenya, namun mereka belum dianggap sepenuhnya
sebagai makhluk manusia yang berbudaya.
Itulah deskripsi singkat tentang beberapa teori
yang berkaitan dengan asal usul manusia di Indonesia. Tentu masih banyak lagi
teori-teori yang lain yang diungkapkan oleh sejumlah ilmuwan baik dari dalam
maupun dari luar negeri. Antara lain kamu bisa mencarinya di situs-situs yang
ada di internet atau melalui beragam pustaka. Misalnya pada situs http://www.harunyahya.com,
di sini kamu bisa mengikuti perdebatan seputar penemuan-penemuan manusia dari
beberapa ilmuwan. Dengan mengikuti perdebatan itu tentu kamu akan bertambah
kritis, luas wawasan dan tidak ketinggalan zaman dalam mengikuti perkembangan
mutakhir seputar teori-teori mengenai penemuan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar